Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisruh Honda Gamawan

Mendagri Gamawan Fauzi kembali menegaskan bahwa honor bagi para anggota Muspida merupakan pemberian yang sah. Namun tegas dia, pemberian uang atau fee dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) bagi gubernur atau pejabat daerah lainnya adalah illegal.
(Republika, 13 Februari 2010).

Berkaitan dengan legalnya honor bagi anggota Muspida ini menurut Gamawan karena mereka melakukan tugasnya di luar kegiatan-kegiatan rutin, oleh karenanya mereka mendapat honor. BPK selama 24 tahun tidak pernah mempermasalahkannya. Bahkan di beberapa daerah memiliki ‘muspida plus’ yang juga mencakup tokoh ulama serta tokoh wartawan.
Gamawan Fauzi adalah mantan Gubernur Sumatera Barat, setelah sebelumnya dua periode menjadi Bupati Solok. Di Sumatera Barat honor bagi pejabat daerah ini populer dengan istilah honda (honor daerah).
Ada juga benarnya pendapat Indonesia Corruption Watch (ICW) setidaknya Gamawan memiliki kepentingan mengatakan bahwa Honda bagi Muspida bahkan mungkin muspida plus itu adalah legal karena tentunya selaku mantan Gubernur dan Bupati Gamawan juga telah menikmati sejumlah honda tersebut. Namun bagaimanakah sebenarnya posisi hukum honda kepala daerah tersebut?
Bila kita cermati Peraturan Pemerintah (PP) No.109tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, paling tidak ada 9 (sembilan) item alokasi anggaran untuk Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Selain gaji pokok, tunjangan jabatan dan tunjangan lainnya, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhak mendapatkan biaya operasional seperti biaya rumah tangga, biaya pembelian inventaris rumah jabatan, biaya pemeliharaan rumah jabatan dan barang inventaris, biaya pemeliharaan kesehatan, biaya pakaian dinas dan biaya perjalanan dinas.
Kepala Daerah/Wakil kepala daerah juga berhak atas biaya penunjang operasional yang besarannya tergantung besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD). Biaya Penunjang Operasional adalah biaya untuk mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pasal 8 PP 109/2000 diantaranya menyebutkan biaya ini dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sebagai contoh untuk propinsi Sumatera Barat dengan PAD sekitar Rp. 400 milyar maka dapat menganggarkan biaya tunjangan operasional minimal 1 milyar rupiah untuk Gubernur.
Pertanyaannya kemudian untuk kegiatan operasional apa sajakah anggaran 1 milyar rupiah pertahun (total 5 milyar dalam satu kali masa jabatan) digunakan Gubernur dalam menjalankan roda pemerintahan daerah Sumbar selama ini? Sementara selain biaya penunjang operasinal sudah tersedia dan dianggarkan seluruh biaya operasional yang kesemuanya untuk menjalankan operasional pemerintahan daerah.
Bagaimana bisa diargumentasikan bahwa sebagai anggota musyawarah pimpinan daerah (Muspida) kepala daerah mengerjakan tugas di luar tugas rutinnya, sedangkan kepala daerah menjadi anggota Muspida karena dia adalah kepala daerah. Sudah barang tentu yang dibahas bersama dengan anggota Muspida lainnya adalah berkaitan dengan kepentingan dan masalah-masalah daerah. Menjadi anggota Muspida adalah bagian dari tugas-tugas sebagai kepala daerah. Dan sebagai kepala daerah, Gubernur sudah menerima gaji dan tunjangan serta sudah memiliki biaya-biaya lainnya dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah. Artinya kalau kepala daerah juga menerima honor sebagai anggota Muspida, hal ini menyalahi pasal 5 PP No. 109 Tahun 2000 yang menegaskan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak dibenarkan menerima penghasilan dan atau fasilitas rangkap dari Negara.
Gamawan pernah juga menyampaikan alasan pemberian honor didasarkan kepada pasal 4 Keppres No. 10 tahun 1986 yang salah satunya menyatakan biaya yang diperlukan guna penyelenggaraaan administrasi Muspida dibebankan kepada anggaran pemerintah daerah yang bersangkutan, serta sesuai SK Gubernur Sumbar No.100-69-2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Pembentukan Muspida Provinsi Sumbar. Pendapat ini sudah dipatahkan oleh mantan auditor BPKP Leo Nugroho yang menyatakan pasal 8 Keppres No.10 tahun 1986 mengatur tentang biaya penyelenggaran administrasi seperti rapat dan biaya musyawarah eksekutif daerah, bukan honor. Pada pasal 9 Keppres menyebutkan biaya administrasi melekat pada Sekda yang merangkap sebagai sekretaris Muspida. (Hukum online, 2 Februari 2010).
Kalaulah misalnya Gamawan tetap bersikeras mengacu kepada SKnya sendiri jelas artinya SK tersebut bertentangan dengan PP No.109 tahun 2000 tentang Kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Menurut UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebuah peraturan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi hirarkhinya, SK Gubernur tidak boleh bertentang dengan PP.
Sebenarnya berbagai instansi pemerintahan dapat meniru kebijakan anggaran yang diterapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setiap unsur KPK tidak diperbolehkan meneria honor dan pembiayaan apapun dari luar sekalipun menerima honor sebagai narasumber dari pihak yang mengundang, karena apapun argumentasinya sekalipun hal itu di luar tugas rutinnya tetap dianggap bahwa dia menjalankan tugas kelembagaan KPK yang sudah mengalosikan seluruh biaya untuk menjalankan tugas tersebut.
Apalagi untuk seorang kepala daerah mungkinkah dianggap dia menjalankan tugas di luar tugas rutinnya sebagai kepala daerah padahal judulnya saja sudah musyawarah pimpinan kepala daerah, serta apakah mungkin muspida bermusyawarah pada hari libur di luar jam kerja kepala daerah tanpa juga menggunakan segala fasilitas sebagai kepala daerah yang dimilikinya?
Dengan demikian, seluruh kepala daerah yang masih aktif maupun yang sudah mantan seperti Gamawan sebaiknya harus segera mengembalikan seluruh honda yang telah diterimanya itu, karena jelas penerimaan tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Padang, 13 Februari 2010
Tulisan ini pernah dimuat di www.zpador.wordpress.com, 22/10/2010

Posting Komentar untuk "Kisruh Honda Gamawan"