Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Komnas HAM Melampaui Wewenang?



Komnas HAM telah mengeluarkan rekomendasi terkait kasus Penembakan Brigadir Josua. Menurut Komnas HAM dari keseluruhan hasil penyelidikan atas peristiwa tersebut, disimpulkan antara lain kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas eks Kadiv Propam di Duren Tiga Nomor 46 Jakarta Selatan dikategorikan sebagai tindakan Extra Judicial Killing.

Profesor Romli Atmasasmita dalam Opininya di Media Indonesia, 8/9/2022 menyebutkan, rekomendasi Komnas HAM relevan melengkapi pertimbangan hakim sebelum mengambil putusan terhadap pelaku-pelaku pembunuhan J, tetapi tidak dapat dipertimbangkan dalam proses pembuktian perkara di pengadilan. Agar terdapat pemahaman yang sama tentang pengertian pelanggaran HAM yang berat dan dibedakan dari pelanggaran pidana.

Menurut Romli lagi, merujuk pada lingkup pelanggaran HAM berat dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 jelas bahwa kasus pembunuhan J tidak termasuk pelanggaran HAM yang berat. Hal itu disebabkan dua hal; pertama, pelanggaran HAM berat harus ditujukan untuk menindas atau membasmi penduduk sipil yang dilakukan oleh organ negara, dan pelanggaran HAM bersifat sistematis dan meluas.

Namun, dalam pemeriksaan kasus Brigadir J, Komnas HAM atas permintaan Kapolri diikutsertakan bahkan proaktif ikut menemukan peristiwanya dan ikut menentukan siapa pelaku dan kawan peserta dalam terjadinya pembunuhan terhadap Brigadir J oleh FS. Di berbagai pemberitaan nyata jelas peranan Komnas HAM tampak melakukan fungsi penyelidikan yang hanya dibenarkan jika terhadap pelanggaran HAM yang berat, bukan untuk tindak pidana biasa.

Prinsipnya menurut Prof. Romli jika keterangan Komnas HAM merujuk pada UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, lembaga ini telah melakukan kekeliruan karena berdasarkan UU  a quo hanya berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM saja, bukan fungsi penyelidikan sebagaimana diperintahkan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.  

Benarkah telah terjadi kesalahan fungsi penyelidikan (malfunction) yang dilakukan Komnas HAM dalam Kasus Kematian Brigadir Josua? Benarkah Komnas HAM tidak berwenang melakukan penyelidikan dalam kasus ini?

Komnas HAM Berwenang

Sebelumnya, keikutsertaan Komnas dalam kasus serupa juga terjadi dalam pengungkapan Kasus KM 50, terbunuhnya 6 (enam) orang laskar Front Pembela Islam (FPI). Dalam kasus ini rekomendasi Komnas HAM juga hampir sama dengan kasus Kematian Brigadir Josua yaitu telah terjadi pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing). Kalau benar Komnas HAM telah salah dalam kasus Penembakan Brigadir Josua artinya juga salah dalam melakukan fungsi penyelidikan dalam kematian Laskar FPI dalam kasus KM 50?

Memang dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM pasal 18 menegaskan bahwa Komnas HAM berwenang melakukan Penyelidikan dalam dugaan kasus pelanggaran HAM berat. Menurut pasal 7  yang dimaksud dengan Pelanggaran HAM berat adalah Kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida,  

Saya sepakat dengan Prof Romli bahwa kasus kematian Brigadir Josua bukanlah pelanggaran HAM berat. Namun jelas kematian Josua adalah pelanggaran HAM sebagaimana disimpulkan oleh Komnas HAM yaitu pelanggaran terhadap hak sipil dan politik. Serta terjadinya penghalangan terhadap proses penegakan hukum (obstruction of justice).

Pasal 89 ayat (3) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM menegaskan untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan antara lain : pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut, penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.

Selanjutnya Komnas HAM berwenang juga melakukan pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya serta pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan.

Dengan demikian jelas terhadap konteks kasus Pelanggaran HAM, Komnas HAM  berwenang melakukan penyelidikan. Kasus kematian Brigadir Josua adalah kasus Pelanggaran HAM dan menjadi wewenang Komnas HAM juga untuk melakukan penyelidikan sebagaimana diatur dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM. Untuk tahap berikutnya yaitu penyidikan menjadi kewenangan Kepolisian. Hal ini sebagaimana juga dilaksanakan pada kasus KM 50 sebelumnya.

Positif

Pelaksanaan fungsi penyelidikan kasus Pelanggaran HAM dimana selain dilakukan oleh kepolisian juga menjadi kewenangan Komnas HAM menurut saya ada baiknya. Setidaknya hasil penyelidikan Komnas HAM bisa menjadi pembanding dan pengawal terhadap proses penyelidikan yang telah dilakukan kepolisian. Kalau ada hal-hal yang tidak sesuai seharusnya Kepolisian harus berpedoman kepada rekomendasi Komnas HAM sebagai lembaga negara yang kompeten di bidang Hak Asasi Manusia. Dengan demikian proses pengusutan perkara bisa lebih transparan dan berkeadilan mengingat adanya kepentingan institusi Kepolisian secara langsung maupun tidak langsung dalam kasus-kasus serupa.

Dengan demikian sudah tepat apa yang telah dilakukan Komnas HAM dengan tindakan penyelidikan dan rekomendasi yang diberikan. Dengan demikian Komnas HAM sudah bekerja sesuai kewenangannya. Tidak ada malfunction atas kewenangan penyelidikan yang telah dilaksanakan oleh Komnas HAM.

____________________

Zenwen Pador, Advokat dan  Direktur Perkumpulan Perlindungan Konsumen dan Bantuan Hukum (PKBH) Andalas

Posting Komentar untuk "Komnas HAM Melampaui Wewenang? "