3 Logika Terbalik Ala Pendukung Paslon 02
Saya memang tak habis pikir
kenapa teman-teman media sosial saya yang jadi pendukung pasangan calon 02
sering terbalik-balik cara berpikirnya. Sesungguhnya banyak sekali logika kebolak-balik
yang bisa dipaparkan. Namun mengingat dan menimbang saya hanya menguraikan
setidaknya 3 (tiga) pasal logika kebolak-balik ala pendukung Paslon 02.
Kebolak-balik Pertama: 02
Paslonnya Para Ulama
Satu hal yang sampai saat
ini masih jadi pertayaan saya adalah bagaimana para pendukung Paslon 02 bisa
meyakini bahwa paslon mereka adalah refresentasi dukungan seluruh ulama hanya
karena mereka didukung oleh “ijtima ulama”.
Kalaupun misalnya bahwa
ijtima ulama itu adalah produk terbaik dari program 212 Monas University dan
berbagai turunan dan alumninya, setahu saya yang hadir dengan klaim hampir 7 juta orang tersebut pastilah tidak semuanya
ulama.
Apalagi kabarnya para
alumni 212 tersebut sudah terpecah pula menjadi beberapa faksi dan tentunya
tidak pula satu suara dalam menyuarakan aspirasi umat yang 7 juta tersebut.
Sedangkan jelas juga bahwa dua organisasi besar umat Islam tempat
berkumpulnya para ulama terkemuka Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah tidak
pernah juga mendukung Ijtima Ulama tersebut. Begitu juga MUI baik di tingkat pusat maupun
daerah tak pernah setahu saya mendukung Ijtima Ulama tersebut.
Sementara, kalau melihat
para pasangan calon sendiri, publikpun sudah sama-sama mahfum bahwa justru
paslon 01 dengan cawapresnya KH.Ma’ruf Amin adalah ulama yang sebenar ulama. Karena
beliau sebelumnya adalah ketua MUI yang kemudian didaulat oleh partai koalisi
paslon 01 menjadi calon wakil presiden mendampingi petahana sekarang.
Pertanyaanya, kuat mana kadar keulamaannya antara paslon 01
dengan paslon 02. Yang satu benar-benar-benar
ulama yang maju, sementara lawannya sepertinya hanya mengaku-ngaku
didukung seluruh ulama atau jangan-jangan juga hanya orang-orang yang mengaku
ulama yang mendukungnya.
Kebolak-balik ke-2 : Kotak
Suara Kardus
Kebolak balik yang lain, menyangkut
kehebohan kotak suara dari kardus. Faktanya pemilihan kotak suara terbuat dari
kardus adalah kesepakatan KPU dengan seluruh fraksi di DPR yang pastinya mereka
merupakan perwakilan seluruh partai politik yang punya anggota legislatf di DPR
termasuk tentunya partai politik kubu oposisi.
Kebolak baliknya kemudian
sudahlah mereka yang memutuskan terus mereka juga yang protes. Lucunya isu yang
dihembuskan adalah KPU sengaja membuat kotak suara dari kardus agar kecurangan
pemilu dapat dengan mudah dilakukan. Lha original sekali kan tuduhannya.....
Padahal juga selain sebuah
keputusan bersama kotak suara dari kardus sudah digunakan sejak Pemilu yang
sudah-sudah. Kenapa baru sekarang teriaknya.
Semprulnya lagi isu
kecurangan melalui kotak suara tersebut diwacanakan sedemikian rupa hingga
sepertinya menjadi kondisi yang super mengkuatirkan, gawat daruratlah
kesimpulannya potensi kecurangan yang akan terjadi.
Apalagi kemudian ditambah
dengan berbagai bumbu lainnya e-KTP tercecerlah, 7 kontainer kotak suara
tercobloslah dan isu mobilisasi warga negara asing untuk mencoblos dan lain
sebagainya. Maka semakin sempurnalah
kondisi kegawatdaruratannya.
Kebolak-balik ke-3:
#INAElectionObserverSOS
Nah begitu juga sekarang
dengan munculnya trending topik #INAElectionObserverSOS yang pastinya saya
yakin itu trending topik di kalangan pendukung paslon 02 belaka.
Apa coba argumentasinya
menyebarkan isu bahwa penyelenggaraan pemilu Indonesia berada dalam kondisi
gawat darurat sehingga dibutuhkan uluran tangan segera dari pemantau
internasional untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu pada 17 April 2019 nanti.
Bersebab gawat darurat
penyelenggaraan pemilu dan kemudian meminta pemantau asing segera turun tangan untuk mengawasi pemilu
Indonesia kali inipun menurut saya juga logika yang kebolak-balik lainnya.
www.sporcle.com |
Bukankah selama ini mereka
mengkritik segala bentuk campur tangan asing bagi urusan dalam negeri kita.
Coba tenaga kerja asing mereka tolak karena isunya sudah menggusur tenaga kerja
lokal. Kemudian mereka juga teriak kekayaan alam dikuasai asing dan hasilnya
mengalir ke luar negeri.
Mereka juga teriak kenapa Tenaga
Kerja Asing (TKA) bisa punya e-KTP, padahal sejak dulu kalanya semua WNA yang
bekerja di Indonesiia memang dibuatkan KTP karena itulah perintah UU sebagai
salah satu kebutuhan demi tertibnya administrasi kependudukan.
Lha terus kalau sekarang
meminta asing turun tangan itu maksudnya apa coba.
Saya berprangka baik
mungkin karena memang isu bubar 2030 yang pernah dilontarkan paslon 02 akan
terjadi lebih cepat. Sehingga keadaan benar-benar gawat darurat. Sepertinya memang
tak ada pilihan bahwa kita harus merelakan campur tangan asing dalam
penyelenggaraan Pemilu kali ini.
Wah, berarti memang benar
tinggi sekali nasionalisme dan jiwa patriot para pendukung paslon 02 ini. Demi
keutuhan NKRI agar tidak bubar tak apalah sekali ini asing atau aseng ikut
campur tangan.
Namun kesimpulan husnozon saya tersebut dibantah oleh
salah seorang kawan dengan menuliskan kalimat dalam status facebook saya yang
pada intinya minta saya untuk berpikir
secara tenang dengan pikiran yang jernih agak sejenak untuk merenungkan apakah
memang tidak gawat darurat Pemilu kita kali ini?
Belum sempat lagi saya inap
menungkan permintaan teman tadi seorang teman lain sudah menanggapi kurang
lebih begini :
“Apanya yang gawat darurat dalam pemilu kita
sehingga harus SOS segala. Darurat bencana alam dan lingkungan hidup mungkin
iya...”
Saya sepakat,
penyelenggaraan Pemilu baik Pilpres maupun Pileg sudah berjalan on the track. Kalau ada persoalan dan
kendala kecil di sana sini ya wajarlah namanya juga barang baru yang namanya
Pemilu Serentak dimana Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif akan
digabungkan pelaksanaannya dalam waktu yang bersamaan.
Nonsens
lah kalau tak ada persoalan. Tapi toh
semua masalah yang muncul menurut hemat saya sudah diantisipasi dengan
menyepakati berbagai mekanisme pengawasan dan segala prosedur sebagai
antisipasi berbagai potensi persoalan yang mungkin muncul.
Baik karena persoalan yang
disengaja dengan motif membuat gaduh ataupun mencurangi proses dan hasil pemilu
nantinya, maupun persoalan yang sifatnya teknis administratif yang bisa saja
muncul sebagai konsekuensi dari penyelenggaraan pesta besar demokrasi secara
serentak yang sudah jadi komitmen dan agenda demokrasi politik bangsa ini.
Nah, dalam berpikir dengan
persfektif kebangsaan seperti ini menurut saya sudah selayaknya semua elemen
masyarakat harus mendukung penyelenggara pemilu. Patut bagi setiap anak
bangsa mengarahkan seluruh energi
positif yang dimiliki untuk mensukseskan perhelatan besar yang akan membuktikan
kepada dunia bahwa memang Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di dunia
yang telah berhasil menyelenggarakan Pemilu Serentak secara damai dan
demokratis.
Sudah barang tentu
menebarkan isu sesat bahwa telah terjadi gawat darurat dalam penyelenggaraan
pemilu kita bukanlah tindakan yang bijak. Apalagi arahnya lebih kepada delegitimasi
penyelenggara pemilu.
Kalau sekedar minta
pemantau luar negeri jangan kuatir bro
and sis, abi dan umi .... Memang
sudah begitu aturannya bahwa penyelenggara pemilu pastilah akan mengundang para pemantau pemilu luar negeri atau
negeri lain untuk memantau perhelatan akbar demokrasi kita ini, sebagaimana
Pilpres sebelumnya maupun pilkada serentak yang pernah digelar.
Soal pemantauan pemilu
termasuk yang berasal dari pemantau pemilu internasional inisudah diatur oleh
UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahkan juga sudah ada Perbawaslu No. 4
tahun 2018 tentang Pemantauan Pemilu yang salah satu aturannya memungkinkan
pemantauan dilakukan pemantau luar negeri dengan persyaratan yang telah
ditentukan.
Seingat saya pemantauan
pemilu dari luar negeri ini juga telah dilaksanakan pada pilpres 2014 lalu dan
kalau tidak salah penyelenggaraan Pilpres ketika itu mendapatkan pujian dari
mereka karena telah terselenggara dengan demokratis, aman dan damai sesuai
aturan.
Nah sekali lagi pengawasan dari pemantau luar negeri memang sudah
keharusan dalam pelaksanaan sebuah Pemilu yang demokratis dan telah diamanatkan
juga oleh UU. Tapi bukan berarti pemilu kita gawat darurat lho.
Nah, pembaca yang budiman, sengaja tulisan ini saya buka dengan ilustrasi SOS di atas. Itu memang bukan tanda bahaya. Gambar itu memang hanya cairan pembersih yang biasa dipakai emak-emak ngepel lantai di rumah. Tapi SOS itu akan jadi berbahaya kalau dipakai untuk menggosok gigi. Itulah masalah yang akan terjadi kalau sesuatu tidak ditempatkan pada porsinya secara tepat dan adil. Paham kan maksud saya sobat.....
(Zenwen Pador)
***
Posting Komentar untuk "3 Logika Terbalik Ala Pendukung Paslon 02"