Pencalonan Prabowo - Sandi Gugur Karena Mahar Politik?
Ilustrasi Sidang Bawaslu (Foto : www.kontan.co.id, 27/8/2018) |
Oleh Zenwen Pador
Komisioner Bawaslu Fritz
Edward Siregar mengatakan pencalonan
Prabowo-Sandiaga bisa gugur jika terbukti ada pemberian Rp500 miliar kepada PAN
dan PKS.
"Apabila setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terbukti bahwa seseorang tersebut menyerahkan imbalan kepada partai politik untuk menjadi calon presiden, maka pencalonan tersebut dapat dibatalkan," ujar Fritz di kantor Bawaslu, Kamis (9/8), sebagaimana diberitakan CNN Indonesia, 14/8/2018.
"Apabila setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terbukti bahwa seseorang tersebut menyerahkan imbalan kepada partai politik untuk menjadi calon presiden, maka pencalonan tersebut dapat dibatalkan," ujar Fritz di kantor Bawaslu, Kamis (9/8), sebagaimana diberitakan CNN Indonesia, 14/8/2018.
Sebagaimana diketahui kontroversi
mahar politik pencalonan Sandiaga Uno sebagai wakil presiden sampai saat ini
masih bergulir di Bawaslu. Kontroversi ini berawal dari informasi Wakil
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief terkait pemberian mahar tersebut
dari Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS.
Andi Arief menganggap Sandiaga
Uno juga telah mengakui pernyataannya soal mahar Rp 500 miliar, masing-masing
ke PAN dan PKS terkait posisi cawapres Prabowo Subianto.
Sementara
Sandiaga dalam penjelasannya ke media massa membantah memberikan mahar
sebagaimana disebut Andi Arief . "Tidak
benar mahar karena semuanya harus sesuai undang-undang. Sekarang itu kita kan
harus pastikan tidak boleh ada lagi 'hengki pengki' dalam politik masyarakat,"
kata Sandi.
"Saya bersedia untuk menyediakan sebagian dari biaya kampanye dan ada bantuan kepada tim pemenangan dan juga bantuan kepada partai pengusung itu yang menjadi komitmen kita," sambungnya.
"Saya bersedia untuk menyediakan sebagian dari biaya kampanye dan ada bantuan kepada tim pemenangan dan juga bantuan kepada partai pengusung itu yang menjadi komitmen kita," sambungnya.
Mahar
atau Dana Kampanye?
Kalau kita cermati pemberitaan media terlihat bahwa
menurut Andi Arief dana yang dimaksud tersebut adalah mahar. Sebagaimana
pasangan yang akan menikah maka mahar dipersiapkan sejak awal sebelum
pernikahan dilaksanakan. Apa dan berapa nilai mahar tentunya telah disepakati
kedua pasangan mempelai. Nantinya bentuk dan nilai mahar akan disebutkan dan
diserahkan saat ijab kabul pernikahan dilakukan.
Jika demikian pemahamannya, diibaratkan Sandiaga Uno
akan meminang partai koalisi untuk bersedia mendukungnya sebagai calon wakil
presiden maka sudah barang tentu bentuk dan nilai mahar tersebut telah
disepakati dengan kedua partai tersebut. Sejumah uang dengan nilai Rp. 500
milyar untuk masing-masing partai (PAN dan PKS) itulah yang mengemuka ke
pemberitaan media massa sebagaimana dibeberkan Andi Arief.
Pemahamannya lagi bila menyamakan dengan pernikahan
pasangan mempelai maka artinya tentu mahar yang dimaksud seharusnya sudah
diserahkan oleh Sandiaga dan diterima dengan
baik oleh kedua partai politik yang disebut Andi Arief telah menerima mahar
tersebut.
Akan tetapi bila mencermati penjelasan Sandi di
beberapa media cetak dapat disimpulkan bahwa memang benar Sandi sepakat
menyediakan sejumlah dana. Tetapi dana yang dimaksud Sandi bukanlah mahar
tetapi dana kampanye. Ucapan Sandi "Saya bersedia
untuk menyediakan sebagian dari biaya kampanye dan ada bantuan kepada tim
pemenangan dan juga bantuan kepada partai pengusung itu yang menjadi komitmen
kita," mengkonfirmasi tentang kebenaran adanya dana tersebut.
Tetapi sekali lagi dana yang dimaksud adalah bukan mahar
tetapi dana yang akan digunakan untuk membiayai upaya pemenangan (kampanye)
duet Prabowo dan Sandiaga dalam Pilpres 2019.
Apakah ada konsekuensi hukum bila benar dana yang
dihebohkan tersebut adalah benar mahar pencalonan sebagai calon wakil presiden
?
Bagaimana juga akibat hukum nya bila benar dana
dimaksud adalah memang maksudnya hanyalah dana kampanye yang akan digunakan
dalam proses pemenangan dalam Pilpres 2019?
Konsekuensi Mahar
UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu memang melarang
mahar politik dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 228 ayat (1)
menegaskan bahwa partai politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun
dalam proses pencalonan capres-cawapres. Selanjutnya dalam ayat (2) nya
ditegaskan dalam hal partai politik terbukti menerima imbalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), partai politik yang bersangkutan dilarang mengajukan
calon pada periode berikutnya.
Selanjutnya dalam pasal yang sama dalam ayat (4) ditegaskan
setiap orang atau lembaga dilarang memberikan
imbalan kepada Partai Politik dalam bentuk apa pun dalam proses pencalonan
Presiden dan Wakil Presiden.
Jelas
pasal 228 UU No.7 tahun 2017 melarang praktek mahar politik. Bagi partai
politik penerima mahar sanksinya adalah dilarang mengajukan calon pada periode
berikutnya, namun untuk pencalonan saat ini tetap bisa dilanjutkan. Sanksi
tersebut baru dapat dikenakan setelah adanya putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.
Sedangkan
bagi setiap orang atau lembaga pemberi mahar sama sekali tidak ada sanksi yang
diatur atau secara eksplisit disebutkan dalam UU. Begitu juga halnya dengan
aturan sanksi pidana, sama sekali tidak ada rumusan tindak pidana terkait mahar
politik.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa mahar politik memang dilarang dalam UU Pemilu
tetapi bila terbukti sanksinya hanya ancaman administratif berupa larangan
mencalonkan pasangan bagi partai politik penerima mahar. Sedangkan bagi pemberi mahar baik perorangan
maupun lembaga sama sekali tidak ada sanksi baik administrasi apalagi sanksi
pidana.
Dana
Kampanye
Menurut
Pasal 325 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, dana kampanye Pemilu presiden dan
wakil presiden menjadi tanggung jawab Pasangan Calon. Dana tersebut dapat diperoleh
dari Pasangan Calon yang bersangkutan, Partai politik dan/atau Gabungan partai
politik yang mengusulkan pasangan Calon serta sumbangan yang sah menurut hukum
dari pihak lain.
Selain
didanai oleh dana kampanye sebagaimana dimaksud sumber di atas, kampanye Pemilu
Fresiden dan wakil presiden dapat didanai dari APBN.
Dengan
demikian jelas bahwa bila benar yang dimaksud oleh Sandiaga Uno adalah dana
kampanye maka secara hukum tidak ada soal. Karena poin penting yang diatur
dalam UU Pemilu di atas bahwa dana kampanye dapat bersumber dari pasangan calon
sendiri.
Tentunya
sumber dana kampanye yang berasal dari pasangan calon sendiri akan lebih ideal
bila dibandingkan dari sumber-sumber sah lainnya. Sudah pasti kaitannya dengan
independensi pasangan calon baik dalam proses pemilihan maupun setelah terpilih
dan mulai menjalankan tugas sebagai Presiden atau Wakil Presiden.
Karena
dana kampanye yang berasal dari pasangan calon sendiri dibolehkan UU dengan
demikian rencana Sandi mendanai sendiri proses pencalonan sudah pasti tidak ada
sanksi hukumnya baik administrasi apalagi pidana. Malah dari sisi ideal politik,
sudah seharusnya demikian prakteknya.
Makanya
saya agak heran dengan pernyataan anggota Bawaslu yang saya kutip di awal
tulisan ini. Apa dasar hukumnya anggota Bawaslu menyatakan pencalonan
Prabowo-Sandiaga dapat dibatalkan bila terbukti menerima mahar?
Apalagi
pembuktian yang dimaksud adalah pembuktian melalui jalur hukum pidana. Padahal
bila mengacu kepada pengakuan sementara Sandiaga Uno bahwa benar ada dana yang
telah disediakan dalam proses pencalonannya sebagai wakil presiden. Maka
seharusnya Bawaslu tinggal memastikan apakah dana dimaksud tergolong mahar atau
dana kampanye.
Kalau
hanya dana kampanye tentunya wajar disediakan oleh Sandi sebagai calon wakil
presiden. Tetapi persolannya kenapa dana itu sudah disebut-sebut di awal-awal
pencalonan. Kalau dihubungkan dengan kronologi sebelumnya memang nama Sandi
tidak pernah disebut sebagai calon wapres yang akan mendampingi Prabowo, PAN dan PKS sudah mewanti-wanti nama lain
yang disodorkan.
Begitu
juga dengan ijtima ulama yang juga tidak menyodorkan nama Sandiaga Uno. Bahkan
pada saat-saat terakhir justru ditenggarai Prabowo akan menjadikan Agus
Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai bakal calon Wapres.
Maka
keputusan Prabowo yang kemudian mengumumkan Sandiaga Uno sebagai calon wakil
presidennya sungguh sangat mengejutkan. Dan yang mengherankan juga ternyata
kemudian PAN dan PKS tidak lagi ngotot dengan
nama-nama yang disodorkan padahal sebelumnya sampai mengancam akan keluar dari
koalisi bila salah satu dari nama yang dicalonkan tidak diterima sebagai calon
wapres Prabowo.
Akan
halnya dengan rekomendasi dari Ijtima Ulama yang kemudian tidak diikuti oleh
Prabowo, sikap para ulama yang mengeluarkan Ijtima pun kemudian seakan melunak.
Beredar kemudian informasi bahwa Ijtima ulama tersebut sudah direvisi dengan
memasukkan Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden alternatif yang kemudian
disetujui Koalisi Keumatan sekalipun Sandi bukanlah ulama.
Ketua
umum PKS sendiri, Sohibul Imam sempat melontarkan pendapatnya bahwa Sandiaga
Uno sesunguhnya juga adalah santri milineal. Sepertinya untuk membenarkan bahwa
Ijtima Ulama tetap diikuti oleh partai Koalisi pendukung Prabowo – Sandi.
Indikasi
tersebut patut dicurigai sebagai faktor-faktor yang berkaitan dengan dugaan
adanya mahar Rp. 500 Milyar yang telah diterima PAN dan PKS. Maka sudah
seharusnya Bawaslu bekerja untuk menindaklanjuti dua laporan yang telah masuk
terkait dugaan mahar tersebut.
Namun
menurut saya anggota Bawaslu juga tidak perlu terlalu maju dengan melontarkan
pernyataan yang sepertinya tanpa memiliki dasar hukum yang kuat. Saya sama
sekali tidak melihat aturan dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang
menyatakan bahwa pencalonan Prabowo-Sandi dapat dibatalkan bila terbukti
menerima mahar politik.
Salah
satu kelemahan UU No.7 tahun 2017 adalah tidak menjadikan mahar politik sebagai
tindak pidana (delik) pemilu. Memang praktek mahar politik sudah diatur sebagai
perbuatan yang dilarang dalam pasal 228 di atas. Tetapi sialnya larangan
tersebut tidak dirumuskan sebagai tindak pidana sebagaimana yang
telah diatur dalam pasal 448 sampai pasal 558 UU Pemilu. Tak satupun dari pasal
tersebut merumuskan tentang sanksi pidana atas larangan dalam pasal 228.
Dugaanya
saya besar kemungkinan kontroversi mahar politik ini hanya akan selesai sampai tingkat Bawaslu. Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu pun tidak
akan merekomendasikan masalah ini diteruskan ke Kepolisian karena sama sekali
tidak ada delik pidana terkait mahar politik.
Jakarta,
28 Agustus 2018
_________________________
Penulis Advokat, Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hukum Indonesia (eLSAHI)
Posting Komentar untuk "Pencalonan Prabowo - Sandi Gugur Karena Mahar Politik?"