Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berhasilkah Jokowi Menjinakkan Kebakaran Lahan Selama Pemerintahannya?



Memang harus dikritik atas tidak akuratnya data Calon Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam Debat Capres beberapa waktu lalu terkait data kebakaran hutan dan lahan. Menurut Jokowi dalam 3 (tiga) tahun terakhir tidak ada kebakaran hutan dan lahan di  Indonesia.

Padahal menurut Badan Penanggulangan  Bencana Daerah (BPBD) Riau saja, setidaknya 1.052 hektar lahan dan hutan di Provinsi Riau ludes terbakar. Jumlah luas lahan yang terbakar ini merupakan kalkulasi dari Januari hingga bulan September 2017. (Kompas.com, 18/9/2017).

Namun memang menurut BPBD Riau lagi kebakaran  di tahun 2017 jauh menurun dibanding tahun 2016 yang mencapai 2.348 hektar. Tahun itu, kebakaran terparah juga 'dipegang' daerah pesisir  Riau yakni Kabupaten Meranti, Pelalawan, Dumai dan Rohil.

Kebakaran sangat parah terjadi pada 2015. Luas areal yang terbakar mencapai 5.595 hektar. Kebakaran sempat menyebabkan perekonomian Riau lumpuh. Sekolah diliburkan,  bandar udara ditutup dan ribuan warga terjangkit ISPA (Inpeksi Saluran Pernapasan Akut).  Presiden Joko Widodo terpaksa turun tangan ke Riau kala itu untuk memegang komando penanggulangan kebakaran.

Nah, memang mustahil tidak ada kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Tetapi bila dilihat angkanya dari tahun 2015 untuk Riau saja yang tadinya mencapai 5.595 hektar dibandingkan dengan tahun 2017 yang hanya 1.052 hektar jelas terjadi penurunan yang sangat signifikan.

Sementara itu menurut Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead  menyebutkan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) telah banyak berkurang, dari 2,6jt ha menjadi 438.000  pada 2016.  Bahkan menurun hingga 165.000 pada 2017 walau naik kembali ke 510.000  ha di 2018. Hal ini terutama disebabkan kemarau panjang, menurut Nazir.

Namun pada intinya kebakaran hutan dan lahan menurut Nazir Foead bisa ditangani dalam waktu singkat berkat upaya Satgas gabungan TNI/Polri, BNPB/BPBD, Manggala Agni dan masyarakat dibantu dunia usaha.

Sedangkan menurut data yang dirilis kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2014 setidaknya 44.411,36 Hektar hutan dan lahan terbakar di Indonesia. Angka ini meningkat pesat pada 2015 seluas 261.060,44 Hektar.Selanjutnya pada tahun 2016 menjadi 14.604,84 dan pada tahun 2017 menjadi 11.127,49. Lalu pada tahun 2018 luasan lahan dan hutan yang terbakar hanya menjadi 4.666,39 Hektar.  

Mengacu kepada data KLHK di atas terlihat kebakaran hutan dan lahan terparah terjadi pada 2015 seluas 261.060,44 Hektar. Namun angka tersebut menurun drastis pada tahun berikutnya menjadi 14.604,84 hektar pada tahun 2016, sampai akhirnya mengalami penurunan yang signifikan hanya menjadi 4.666,39 Hektar pada tahun 2018.

Kinerja Penegakan Hukum
Sejak Januari hingga November 2018, sebanyak 35 pelaku pembakar hutan dan lahan atau karhutla di Provinsi Riau ditangkap oleh satgas penegakan hukum (Gakkum). Hal ini disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau Edwar Sanger, Kamis (28/11/2018). "Jumlah tindak pidana yang ditangani satgas Gakkum sejak Januari-November ada 29 kasus dengan 35 orang tersangka," kata Edwar.

Berdasarkan data KLHK, pencapaian penegakan hukum sejak 2015-2018, ada 328 jumlah izin dan 108 perusahaan diawasi, 163 penerapan sanksi administrasi (tiga pencabutan izin, 16 pembekuan izin, 29 paksaan pemerintah, 115 surat peringatan), 12 perusahaan mendapatkan hukum perdata, 35 pidana dan 67 kasus difasilitasi Polri/ Jaksa.

Untuk wilayah yang terbakar sebelumnya, KLHK sedang mendalami kejadian dan investigasi mengapa terjadi lagi. ”Yang (lokasi kebakaran) di konsesi sedang kumpulkan keterangan. Perlu data kuat. Datangkan saksi ahli. Perlu waktu lebih dari seminggu, sanksi administrasi tiga mingguan. Selanjutnya nanti, apakah ada gugatan lanjutan?”
Sanksi administrasi merupakan salah satu tindakan perbaikan (corrective action). Meski demikian, katanya, bila tidak dilakukan KLHK akan memberikan sanksi tegas, berupa pidana dan perdata.

Tembak di Tempat Pembakar Lahan
Perintah tembak di tempa bagi pelaku pembakar lahan sempat dilontarkan Komandan Satuan Tugas Penanggulangan karhutla, Brigjen TNI Sonny Aprianto.  Berdasarkan patroli udara di sejumlah daerah terbakar termasuk daerah Kubu, Rokan Hilir, Riau dia menyaksikan panjang lansekap gambut terbakar mencapai 17 kilometer. Setelah berkoordinasi dengan Kapolda Riau, diapun menginstruksikan agar anggotanya menembak di tempat para pelaku pembakar lahan.

“Saya nyatakan, 99% kebakaran hutan dan lahan di Riau disengaja. Saya tegaskan hari ini, sudah saya perintahkan ke para dandim saya, apabila tertangkap tangan, apabila ditemukan pembakar lahan disengaja, saya perintahkan tembak di tempat,” katanya. (www.mongabay.co.id/2018/08/27).

Saya kira ketegasan sikap aparat di lapangan ini berkaitan dengan komitmen Pemerintahan Jokowi dalam menangani kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.  Dan sikap tegas ini pula yang sepertinya berpengaruh positif di lapangan atas penurunan tingkat kebakaran hutan dan lahan.

Namun bagaimanapun bila benar tindakan ini akan dilakukan sepertinya perlu dikritisi. Jangan pula menjadi blunder yang menjebak aparat dalam tuduhan pelanggaran HAM. Bagaimanapun tindakan membakar hutan dan lahan berada dalam ranah pidana kehutanan dan lingkungan hidup. Sebaiknya biarkanlah mekanisme hukum yang bekerja.

Bila memang ada yang tertangkap tangan di lapangan membakar lahan sebaiknya ditangkap saja sesuai protap yang berlaku, kecuali bila yang bersangkutan mencoba melarikan diri atau melawan aparat barulah tindakan antisipasi bisa dilakukan termasuk upaya melumpuhkan pelaku dengan menembak.

Saya sepakat dengan  kawan-kawan LSM antara lain Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) yang menyesalkan perintah tembak di tempat bagi pembakar lahan. Jangan juga kemudian menimbulkan kesan negatif bahwa penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan
hanya akan menyasar petani kecil dalam penegakan hukum ini. Sementara korporasi tak pernah disebut meski data titik api juga banyak di lahan konsesi perusahaan.

Namun secara umum terkait penegakan hukum kasus kebakaran hutan dan lahan perlu kita apresiasi kinerja aparat penegakan hukum. Faktanya ada pengaruh signifikan upaya penanganan dan penegakan hukum dengan menurunnya laju kebakaran hutan dan lahan setidaknya dibandingkan dengan awal-awal pemerintahan Jokowi tahun 2015.  

Kita berharap ke depan dengan krtisi dan partisipasi aktif masyarakat dapat mendorong kinerja penegakan hukum,  Pemerintah dapat mencegah dan menangani kebakaran hutan dan lahan lebih baik lagi. Sehingga siapapun yang akan terpilih sebagai Presiden pada pilpres 17 April 2019 ini. tahun-tahun berikutnya tak akan ada lagi bencana kabut asap masif melanda Indonesia. Semoga.


Penulis Zenwen Pador

Sumber Foto : www.merdeka.com

Posting Komentar untuk "Berhasilkah Jokowi Menjinakkan Kebakaran Lahan Selama Pemerintahannya?"