Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mewaspadai Ancaman Kebakaran Hutan dan Lahan Akibat Kemarau Kering 2022



Oleh Zenwen Pador

Kemarau kering diprediksi akan melanda Indonesia secara umum pada tahun 2022 nanti. Profesor Riset Bidang Meteorologi dan Klimatologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Dr. Edvin Aldrian pada sebuah acara virtual sebagaimana yang diberitakan situs berita suara.com, Senin (27/12/2021). Kondisi ini patut menjadi peringatan bagi sektor pertanian, pencegahan kebakaran hutan atau lahan hingga persiapan cadangan air.

 

Salah satu yang perlu diwaspadai tentunya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Bila pada tahun 2020 dan 2021 kita diuntungkan oleh kemarau basah. Namun pada 2022 pastinya potensi kebakaran hutan dan lahan akan semakin tinggi karena terjadinya kemarau kering pada musim kemarau tahun 2022.  Sebagaimana diketahui pada saat kemarau basah tetap ada hujan di sela-sela musim kemarau yang terjadi.

Berdasarkan data BNPB per November 2020, kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Tanah Air mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2019. Pada tahun 2019 lalu, seluas 1,6 juta hektar hutan/lahan di Indonesia terbakar. Sementara di tahun 2020 ini hanya mendekati 300 ribu hektar hutan yang terbakar.

Sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat areal hutan dan lahan yang terbakar sepanjang Januari hingga November 2021 mencapai 353.222 hektare atau bertambah luas dibandingkan areal hutan dan lahan yang terbakar pada 2020 (296.942 hektare).

Menurut data KLHK, areal hutan dan lahan yang terbakar utamanya semakin luas di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Areal hutan dan lahan yang terbakar di wilayah NTB pada 2020 tercatat 29.157 hektare dan bertambah luas menjadi 100.908 hektare pada 2021. Di wilayah NTT, areal hutan dan lahan yang terbakar luasnya 114.719 hektare pada 2020 dan bertambah luas menjadi 137.297 hektare pada 2021.

Menarik mencermati pernyataan Kepala BNPB yang mengapresiasi daerah-daerah yang terbukti telah meminimalisir potensi Karhutla, yakni Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

"Hal ini menjadi capaian yang patut kita apresiasi khususnya kepada daerah yang selama ini mengalami Karhutla dengan intensitas yang cukup tinggi," kata Kepala BNPB Doni Monardo ketika itu, sebagaimana banyak diberitakan media.

Pertanyaannya kemudian benarkah turunnya Karhutla pada 2020 murni hasil kinerja para pihak terkait dalam mencegah dan menanggulangi Karhutla? Bukankah menurunnya Karhutla  karena musim kemarau yang lebih bersahabat yaitu musim kemarau basah yang terjadi selama 2020. Artinya tidak sepenuhnya karena perbaikan kinerja para pihak terkait tetapi  lebih  karena faktor alam. Lalu apa saja yang telah dilakukan oleh para pihak terkait selama 2020 untuk mencegah dan mengantisipasi Karhutla?

Faktanya pada 2021 sekalipun masih dalam kondisi kemarau basah, selama 2021 ternyata kembali terjadi peningkatan intensitas dan luasan hutan dan lahan yang terbakar. Sekalipun relatif kecil peningkatannya dibanding tahun 2020.

Namun fatalnya sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi, areal hutan dan lahan yang terbakar utamanya semakin luas di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Padahal sebelumnya kedua provinsi ini tidak termasuk dalam wilayah yang tinggi tingkat Karhutlanya. Tentunya dapat disimpulkan bahwa upaya pencegahan karhutla pada kedua provinsi tersebut belum berjalan secara maksimal. Buktinya tingkat Karhutla justru naik padahal kemarau pada tahun 2021 bukanlah kemarau kering tetapi kemarau basah.

Dengan demikian dapat dipastikan bahwa bila tidak diantisipasi sejak dini maka berkemungkinan kebakaran hutan dan lahan akan merebak dan berpotensi semakin tinggi pada 2022 ini akibat kemarau kering yang terjadi.

 

Kita berharap dengan Inpres Nomor 3 tahun 2020 yang telah dikeluarkan Presiden Jokowi, Pemerintah melalui Menkopolhukum dapat mendorong Kementerian dan Lembaga terkait dan Pemerintah Daerah untuk mewaspadai sejak dini potensi Karhutla pada 2022 ini. Inisiasi kelembagaan pencegahan Karhutla pada banyak daerah rawan Karhutla nampaknya perlu dipikirkan agar program pencegahan Karhutla menjadi program berkelanjutan yang dilakukan sepanjang tahun. Sehingga kita tak hanya disibukkan dengan upaya penangulangan setelah terjadinya Karhutla setiap tahunnya.

Bagaimanapun mencegah Karhutla perlu dilakukan secara sistematis, terkoordinir, terintegrasi. dan berkelanjutan. Karena pastinya kita meyakini mencegah lebih baik ketimbang sekedar memadamkan api yang telah terlanjur membumihanguskan hutan dan lahan.

______________________________

Penulis adalah National Legal Expert Program Strengthening Indonesia Capacity for Anticipatory Peat Fire Management  (SIAP- IFM), Kemitraan. Tulisan merupakan pendapat pribadi.

Posting Komentar untuk "Mewaspadai Ancaman Kebakaran Hutan dan Lahan Akibat Kemarau Kering 2022"