Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ending Tragis Tuduhan Kepalsuan Ijasah Jokowi

 


Oleh Zenwen Pador

Sebagaimana kita ketahui sebelumnya, Ketua Tim Pembela Aktivis dan Ulama (TPUA) Egi Sudjana telah melaporkan ke Bareskrim Polri dan diterima sebagai Laporan Informasi dengan Nomor: LI/39/IV/RES.1.24./2025/Direktorat Tindak Pidana Umum pada 9 April 2025. Pihak yang dilaporkan adalah Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Rektor Universitas Gadjah Mada Prof Ova Emilia terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Jokowi.

Namun sebagaimana yang telah diumumkan oleh Bareskrim melalui konferensi pers tanggal 22 Mei 2025 Bareskrim menyatakan bahwa Laporan tersebut tidak memenuhi unsur pidana karena dalam tahap penyelidikan telah disimpulkan bahwa ijazah Joko Widodo adalah asli berdasarkan alat-alat bukti yang didapat dari proses penyelidikan ke UGM dan beberapa tempat lainnya serta hasil laboratorium forensic Mabes Polri yang hasilnya ijasah Joko Widodo identik dengan ijazah-ijasah pembanding lainnya.

Bareskrim Polri menyatakan akan segera mengeluarkan surat penghentian penyelidikan dan tidak melanjutkan proses hukum ke tingkat penyidikan karena dari proses penyelidikan yang telah dilakukan sama sekali tidak ditemukan telah terjadi sebuah tindak pidana sebagaimana yang dilaporkan Tim TPUA.

Sepertinya sasaran anak panah penegakan hukum akan berbalik arah. Kalau selama ini selalu pihak Jokowi yang menjadi sasaran tembak. Setelah keluarnya hasil penyelidikan ini maka setelah ini pihak penyeranglah yang akan menjadi sasaran arah penegakan hukum. Maka bersiap-siaplah para penyerang kepalsuan ijazah Jokowi seperti Roy Suryo, Rismon, dr. Tifa dll. Sepertinya posisi tersangka sudah menanti.”

Sebagaimana diketahui Jokowi juga telah melaporkan dugaan pencemaran nama baik di Polda Metro Jaya pada Rabu (30/4/2025). Pelaporan ini dilakukan atas tuduhan kepalsuan ijazah Jokowi oleh sejumlah pihak. Berdasarkan informasi yang beredar Jokowi telah melaporkan Roy Suryo Cs dengan Pasal 310 dan 311 KUHP, 35, 32, 27A Undang-Undangan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pertanyaannya kemudian bagaimanakah nasib para penuduh tersebut? Apakah akan lanjut proses hukumnya dengan penetapan tersangka, penahanan dan pemeriksaan sebagai terdakwa di pengadilan?

Proses Hukum Lanjut : Penetapan Tersangka

Apa saja pasal yang digunakan Jokowi untuk melaporkan para penuduh ijazah palsunya serta apa dan berapa ancaman hukumannya dari pasal-pasal tersebut? Mari kita lihat uraiannnya.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 310 KUHP

1.    Ayat 1 Pasal 310 KUHP

Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2.    Ayat 2 Pasal 310 KUHP

Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

3.    Ayat 3 Pasal 310 KUHP

Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

Pasal 311 KUHP

(1) Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah mempitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

(2) Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35 No. 1-3. (K.U.H.P. 312 s, 316, 319, 488).

UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

UU ini diiubah beberapa kali dengan ;

1.    UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

2.    UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Pasal 27A

Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Ancaman hukuman pasal ini diatur dalam Pasal 45 ayat 4 yang menyatakan setiap Orang yang dengan sengaja menyerang  kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya ha1 tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal  27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/ atau denda paling banyak  Rp4O0.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 32

1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan  hukum   dengan   cara   apa   pun   mengubah,   menambah,  mengurangi,        melakukan        transmisi,        merusak,  menghilangkan,   memindahkan,   menyembunyikan   suatu  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  milik  Orang lain atau milik publik. 

2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan  hukum   dengan   cara   apa   pun   memindahkan   atau  mentransfer   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen  Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang  tidak  berhak. 

3. Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  yang     mengakibatkan     terbukanya     suatu     Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang  bersifat   rahasia   menjadi   dapat   diakses   oleh   publik   dengan  keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Ancaman hukuman pasal ini diatur dalam pasal 48 yang mengatur :

1.    Setiap    Orang    yang    memenuhi    unsur    sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana  penjara  paling  lama  8  (delapan)  tahun  dan/atau  denda  paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 

2.    Setiap    Orang    yang    memenuhi    unsur    sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana  penjara  paling  lama  9  (sembilan)  tahun  dan/atau  denda  paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).  

3.    Setiap    Orang    yang    memenuhi    unsur    sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana  penjara  paling  lama  10  (sepuluh)  tahun  dan/atau  denda  paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 35

Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  melakukan   manipulasi,  penciptaan,    perubahan,  penghilangan, pengrusakan   Informasi   Elektronik   dan/atau  Dokumen  Elektronik  dengan  tujuan  agar  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  tersebut  dianggap  seolah-olah  data yang otentik.

Ancaman hukuman pasal ini diatur dalam pasal 51 ayat (1) yang mengatur bahwa setiap    Orang    yang    memenuhi    unsur    sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara  paling  lama  12  (dua  belas)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). 

Menurut perkiraan saya dari pasal-pasal yang digunakan sangat berpeluang kasus ini naik sampai ke tingkat pengadilan. Pasal-pasal KUHP yang digunakan yaitu pasal 310 dan 311 itu relatif mudah membuktikannya yaitu tuduhan pencemaran nama baik.

Kalau lah Kepolisian sudah berkeyakinan bahwa ijasah Jokowi asli sebagaimana hasil penyelidikan yang telah disampaikan Bareskrim Polri maka sudah barang tentu siapapun pihak yang menuduh ijazah Jokowi palsu jelas sudah terbantahkan dari awal.

Penahanan

Bila dicermati dari pasal-pasal yang dijadikan dasar pelaporan ancaman hukumannya semua pasal tersebut bervariasi. Ada yang dibawah 5 (lima) tahun penjara, ada yang di atas 5 tahun bahkan sampai 12 tahun penjara dan/atau denda 12 milyar rupiah.

Kita tahu bahwa salah satu syarat obyektif penahanan adalah ancaman hukumannya dari pasal-pasal yang dilaporkan adalah di atas 5 tahun penjara. Bila dicermati ada beberapa pasal yang dilaporkan Joko Widodo, yaitu pasal 32 dan 35 UU ITE yang ancaman hukumannya 8 tahun dan 12 tahun penjara.

Dari syarat obyektif tersebut apabila telah ada penetapan sebagai tersangka dalam proses penyidikan, maka dapat dipastikan tersangka memenuhi syarat obyektif untuk ditahan.

Apalagi untuk menahan seorang tersangka juga ada syarat lain yaitu syarat subyektif, misal apakah ada kekuatiran tersangka akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti atau akan mengulangi lagi perbuatannya. Maka akan semakin memperkuat Kepolisian untuk melakukan tindakan hukum penahanan.

 

Pemeriksaan sebagai Terdakwa di Pengadilan

Pemeriksaan sebagai terdakwa di pengadilan pidana bisa terjadi apabila penyidik sudah melimpahkan berkas perkara ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk dilakukan penuntutan oleh Kejaksaan. Apabila JPU sudah menyatakan berkasnya lengkap dan tidak ada lagi yang perlu dilengkapi oleh penyidik maka JPU sesuai KUHAP akan melimpahkan perkara ke pengadilan untuk disidangkan oleh Majelis Hakim.

Menurut perkiraan saya dari pasal-pasal yang digunakan dalam pelaporan sangat berpeluang kasus ini naik di tingkat pengadilan. Pasal-pasal KUHP yang digunakan yaitu pasal 310 dan 311 itu relatif mudah membuktikannya yaitu tuduhan pencemaran nama baik dan penistaan.

Kalaulah Kepolisian sudah berkeyakinan bahwa ijasah Jokowi asli sebagaimana hasil penyelidikan yang telah disampaikan Bareskrim Polri maka sudah barang tentu siapapun pihak yang menuduh ijasah Jokowi palsu jelas sudah terbantahkan dari awal.

Memang ada yang berpendapat bahwa hasil penyelidikan Bareskrim Polri tidak bisa serta merta digunakan dalam laporan Jokowi di Polda Metro Jaya. Betul, memang prosedurnya Polda Metro Jaya harus melakukan proses penyelidikan sendiri untuk membuktikan asli atau palsunya ijazah Jokowi. Dan kita tahu proses itu saat ini sedang berlangsung. Beberapa nama dari penuduh kita tahu telah juga dipanggil Polda Metro Jaya untuk dimintakan klarifikasi.

Namun pertanyaannya kemudian apakah mungkin akan berbeda hasilnya antara penyelidikan Polda dengan Bareskrim Mabes Polri. Tentu mustahil karena Kepolisian adalah satu insitusi yang terpusat komandonya. Kalau hasil Polda berbeda dengan Bareskrim sudah barang tentu akan menjadi obyek pengawasan oleh Mabes Polri terhadap Polda Metro Jaya yang secara hirarkhi adalah bawahan Mabes Polri.

Kalaupun Polda harus melakukan penyelidikan ulang maka sudah barang tentu hal tersebut dilakukan hanya untuk memenuhi aspek formal belaka.

Maka kalaupun masih dapat diperdebatkan bahwa setelah ditetapkan sebagai tersangka akan penahanan atau tidak, saya yakin kasus ini akan naik ke proses peradilan. Untuk membuktikan apakah para terdakwa bersalah serta apa dan berapa besaran hukuman yang akan diputuskan pengadilan. Mari kita tunggu saja prosesnya.

____________________

Penulis Advokat, Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hukum Indonesia (eLSAHI)

*Versi video analisis hukum ini dapat disimak di Channel Youtube Zenwen Pador https://youtu.be/MTrZtPj-Jvk?si=I4NUGYIq14-ZTkTG

Posting Komentar untuk "Ending Tragis Tuduhan Kepalsuan Ijasah Jokowi"