Konspirasi dan Strategi Dakwaan KPK
Terdakwa Setya Novanto
melalui kuasa hukumnya mempertanyakan tentang hilangnya beberapa nama politisi
dalam dakwaan. Hilangnya nama-nama ini bagi penasehat hukum menjadi salah satu
argumentasi dalam keberatan (eksepsi) terhadap surat dakwaan.
Mereka meminta
Majelis Hakim menyatakan dakwaan tidak memenuhi syarat formil dan materil oleh
karena itu seharusnya dakwaan dinyatakan batal dan tidak sah.
Saya yakin sesungguhnya
penasehat hukum Setya Novanto tahu pasti
bahwa keberatan semacam itu sesungguhnya sudah masuk ke ranah pokok perkara dan
pasti akan ditolak sebagaimana ditolaknya seluruh eksepsi yang diajukan.
Lagi pula apa
pentingnya bagi penasehat hukum ngurusin
calon terdakwa lain. Bukankah sebaiknya memang fokus pada persoalan kliennya?
Tetapi kenapa Setya
Novanto dan penasehat hukumnya tampak begitu gigih terus mewacanakan hal
tersebut?
Membangun Opini
Konspirasi
Saya melihat
sebagaimana dengan terdakwa-terdakwa korupsi lainnya ada kecenderungan untuk
senantiasa membentuk wacana publik bahwa upaya pemberantasan korupsi yang
dilakukan KPK tak lebih adalah sebuah agenda politik untuk memberangus lawan
politik, tidak murni penegakan hukum.
Atau setidaknya ingin
mengesankan dengan kuat bahwa penegakan hukum selalu ditumpangi oleh
kepentingan politik pihak-pihak tertentu khususnya dari pihak yang berkuasa
untuk menghancurkan lawan politiknya.
Kita maklum nama-nama
politisi yang disebut hilang dari dakwaan semuanya berasal dari partai yang berkuasa
saat ini pendukung utama Pemeritahan Jokowi,
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ketiga politisi ini adalah
Yasonna Laoly, Ganjar Pranowo, dan Olly Dondokambey.
Ditambah lagi dengan
semakin dekatnya Pilpres 2019, bahkan sekarang sekarang sudah memasuki tahun
politik 2018 dimana Pilkada serentak di 171 daerah akan segera digelar. Semakin
nyambunglah upaya pembentukan opini
tersebut.
Pada satu sisi sekalipun Majelis
Hakim telah menolak eksepsi, jawaban dari KPK sendiri menurut saya kurang tepat
dan tidak elok. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah
sebagaimana dirilis beberapa media mengatakan, substansi dakwaan merupakan
strategi dari KPK.
Menurut
saya jawaban tersebut justru menimbulkan kecurigaan seolah benar KPK sedang
menjalankan sebuah strategi dalam hal ini tidak sekedar pemberantasan korupsi
dan penegakan hukum.
Kenapa
hilang?
Sebagai
sebuah taktik pembelaan memang sah-sah saja penasehat hukum Setya Novanto mempertanyakan
soal hilangnya nama-nama tersebut dalam dakwaan. Sebagaimana disampaikan Maqdir
Ismail, ketiga nama tersebut sebelumnya ada pada surat dakwaan tiga terdakwa
terdahulu, yakni dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan
Sugiharto serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Ketiganya
diduga menerima suap dari proyek e-KTP saat masih menjabat anggota DPR periode
2009-2014. Ganjar disebut menerima suap 520.000 dollar AS, Yasonna 84.000
dollar AS, dan Olly 1,2 juta dollar AS.
Apalagi dakwaannya adalah didakwa
bersama-sama melakukan korupsi. Sepertinya logis bila muncul pertanyaan kenapa
kemudian dalam dakwaan Setya Novanto nama-nama tersebut hilang.
Namun
benar juga barangkali kalau ini memang bagian dari strategi KPK dalam menjerat
calon tersangka lainnya. Tapi sesungguhnya tidak juga ada soal kan kalau nama-nama yang memang sedari
awal masuk dalam dakwaan tetap dicantumkan dalam dakwaan. Bukanlah KPK tetap
akan mengejar pihak-pihak yang ikut menikmati aliran dana e-KTP. Apalagi memang konstruksi umum dalam dakwaan mengenai
dugaan aliran dana pada sejumlah pihak masih sama dengan dakwaan sebelumnya sebagaimana
ditegaskan Jubir KPK tadi.
Tapi, justru
dengan meminta kuasa hukum Setya Novanto fokus
membela kliennya adalah sesuatu yang tidak pada tempatnya.Idealnya kalau memang ada perubahan perkembangan dalam
penanganan kasus misalnya memang KPK menyadari dan mendapatkan fakta baru bahwa
memang nama-nama tersebut berkemungkinan besar tidak menerima aliran dana,
tidak mestilah KPK harus menjawab secara terbuka dan mempublikasikan jawaban
yang justru dapat menimbulkan pertanyaan baru. Diam menurut saya lebih baik.
Cukup eksepsi di jawab secara hukum dalam persidangan.
Hal ini penting menurut saya untuk mencegah perdebatan yang
justru menghabiskan energi dan menimbulkan citra dan kesan buruk bagi publik.
Seolah ada kesan KPK sengaja menciptakan perang wacana yang dikuatirkan akan
melebar ke soal-soal di luar penegakan hukum. Pada akhirnya kondisi tersebut
seakan membenarkan bahwa ada sebuah skenario (politik) yang tengah dijalankan
KPK, tidak sekedar murni penegakan hukum.
Perang wacana ini sesungguhnya dapat dicegah apabila sebelum
mencantumkan seluruh nama yang diduga kuat menerima aliran dana, KPK telah
memiliki dan meyakini adanya bukti yang cukup. Sehingga tak ada lagi keraguan
dalam proses hukum lanjutan sehingga tak perlu menghilangkan nama-nama dimaksud
dalam dakwaan berikutnya. Karena pada akhirnya penghilangan nama tersebut
justru menjadi sasaran empuk dalam upaya melemahkan kerja-kerja KPK dalam
penegakan hukum.
Evaluasi Pencantuman Banyak Nama
Sesungguhnya menyebut banyak nama tampaknya memang menarik
tetapi bisa jadi akhirnya akan kontrapoduktif dan tidak membuahkan hasil dalam
pemberantasan korupsi.
Menurut Jeremy Pope (2003), upaya menyebut nama dan membuat
malu tidak selamanya akan membuahkan hasil dalam pemberantasan korupsi.
Sebagaimana digambarkan Jeremy tentang gagalnya upaya pemberantasan korupsi di
lingkungan Parlemen Kenya pada tahun 2000. Ketika itu laporan komisi anti
korupsi mencantumkan nama-nama orang yang melakukan korupsi diubah sehingga
nama-nama tersebut tidak ada lagi. Namun beberapa dari orang-orang yang namanya
sempat tercantum dalam laporan tersebut melakukan langkah hukum atas
pencantuman nama tersebut.
Begitu juga yang terjadi di India, Komisioner Pengawas
menggunakan internet untuk menampilkan ratusan nama-nama para pejabat yang
dituduh melakukan korupsi padahal keputusan juri belum ada. Akibatnya cara
gembar-gembor semacam ini menuai masalah bagi efektivitas gerakan pemberantasan
korupsi.
Sekalipun sedikit berbeda dengan yang terjadi di Indonesia,
dimana pencantuman nama-nama tersebut dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam
surat dakwaan. Namun toh pada
akhirnya pemberitaan media massa menyebabkan publik mengetahui secara luas
bahwa nama-nama tersebut dicantumkan dalam surat dakwaan dan diduga kuat
tersangkut kasus korupsi yang sedang disidangkan sekalipun nama-nama tersebut
belum dijadikan tersangka.
Namun demikian penyebutan terlalu banyak nama sesungguhnya bukan
tanpa konsekuensi bagi KPK. Bersebab publik sudah mengetahui pencantuman
nama-nama tersebut apalagi dengan konstruksi dakwaan diduga bersama-sama
menerima aliran dana korupsi sudah pasti menjadi tanggungjawab KPK untuk
menuntaskan pengungkapan perkara dari penyebutan nama-nama tersebut.
Idealnya memang ketika berangkat dengan konstruksi umum
dakwaan mengenai dugaan aliran dana pada sejumlah pihak, ketika mencantumkan
nama-nama tersebut dalam dakwaan KPK seharusnya sudah mengantongi bukti yang
cukup. Sehingga dijamin tak ada lagi perubahan ataupun keraguan untuk tetap
mencantumkan nama-nama tersebut dalam dakwaan.
Kita tentunya tidak berharap KPK terlalu bernafsu untuk
menjerat banyak nama dalam sebuah kasus korupsi. Hal yang kita inginkan adalah
bagaimana KPK bisa membuktikan secara profesional bahwa setiap nama yang telah
dijadikan tersangka terbukti secara meyakinkan telah melakukan tindak pidana
korupsi sehingga layak menerima hukuman setimpal dengan perbuatannya.
Kalaulah menyebut banyak nama justru hanya akan menimbulkan
kegaduhan sementara secara teknis KPK akan kesulitan mengungkap keterlibatan
semua nama yang disebut maka akan lebih baik sebut saja nama-nama yang memang
sudah pasti dikantongi bukti-bukti dari perbuatannya. Sehingga ke depan KPK tak
terlalu terbebani harus membayar utang pengungkapan perkara kepada publik dari
penyebutan banyak nama tersebut.
Sementara barangkali memang KPK belum
mengantongi alat bukti yang cukup. Masih dibutuhkan kerja keras yang relatif
panjang padahal sumber daya KPK terbatas.
Namun pada prinsipnya saya yakin publik tetap bersama KPK dan
mendukung upaya lembaga ini untuk terus
mengejar pihak-pihak yang ikut menikmati aliran dana korupsi e-KTP. Penegakan
Hukum terhadap koruptor adalah harga mati demi
Indonesia yang lebih baik ke depan.
Depok, 5 Januari 2018
Tulisan ini pernah dimuat dalam www.geotimes.co.id, 19/1/2018
Posting Komentar untuk "Konspirasi dan Strategi Dakwaan KPK"